Sabtu, 26 Juli 2014

30 kisah teladan: Kesetiaan Seorang Istri dan Kecerobohan Suami

Rupanya karena kesal dan baru saja bertengkar, seorang suami, pada zaman Rasulullah masih hidup, menghardik Istrinya sambil keluar dari rumahnya: "Kamu tidak boleh keluar kamar sebelum aku pulang." Lalu laki-laki itu pun berangkat meninggalkan istrinya untuk melakukan perjalanan ke luar daerah.
Ada pun istrinya karena mentaati perintah sang suami, selama kepergian laki-laki itu tidak berani keluar dari rumahnya. Semua keperluan sehari-hari dibelinya dari dalam rumah. Untuk ke pasar saja ia terhalang oleh perintah suaminya sebelum berangkat itu.
Sudah dua hari laki-laki itu belum pulang. Istri yang patuh itu hanya bisa menunggu-nunggu dari balik pintu saja. Tiba-tiba ketika hari hampir sore dan perempuan tersebut sedang termangu-mangu mengharapkan kedatangan suaminya, muncullah bayanganlaki-laki dari jauh. Ia tengah berjalan cepat-cepat serta tergopoh-gopoh. Laki-laki itu menuju ke tempat perempuan tadi, dan ternyata adalah familinya yang tinggal di kampung kelahirannya.
Karena bukan muhrim, meskipun laki-laki itu masih termasuk keluarganya, perempuan tersebut tidak berani membukakan pintu. Pantang bagi seorang istri yang taat menerima tamu pria sendirian ketika suaminya tidak ada di rumah.
"Saya lihat engkau tergesa-gesa sekali. Ada kabar apa dari rumah?" begitu tanya perempuan tadi setelah menjawab salam laki-laki yang baru datang itu.
"Bapakmu sakit payah," kata laki-laki tersebut. "Engkau diharapkan segera datang karena ada pesan Bapak yang akan disampaikan kepadamu."
"Inna lillah...," pekik perempuan itu kaget. Dia bingung. Bapaknya sakit payah, satu-satunya orang tua baginya setelah ibunya meninggal beberapa waktu yang lewat. Dan orang tua ini agaknya ingin bertemu dengan sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Namun ia terikat oleh larangan suaminya agar jangan keluar rumah. Manakah yang harus diberatkan? Perintah suamikah atau harapan bapaknya?
karena ia tidak bisa memutuskan dengan ceroboh, maka ia minta tolong kepada utusan bapaknya itu. "Coba kautanyakan kepada Rasulullah. Bapak sakit payah, sedangkan suamiku, sebelum berangkat, berpesan agar saya jangan keluar rumah. Apa perkataan Rasulullah, itulah yang akan saya kerjakan."
Lalu pergilah utusan tadi kepada Rasulullah. Setelah diceritakan masalah itu, Nabi berkata, "Sampaikan kepada Fulanah agar dia taati perintah suami."
Kembalilah si utusan kepada perempuan itu menyampaikan amanat Nabi. Maka pulanglah si utusan ke kampungnya dengan tangan hampa.
Malam itu Fulanah tidur dengan gelisah. Terbayang wajah bapaknya yang kurus dan ceking. Terngiang perintah suaminya yang harus ditaati. Tatkala pagi-pagi ia terbangun, dengan harap-harap cemas ia menanti kedatangan suaminya agar pagi-pagi itu dia bisa berangkat ke kampung sesudah mendapat izin. Ternyata sia-sia harapannya. Bahkan yang tampak muncul adalah laki-laki yang kemarin. Makin pucat muka Fulanah. "Jangan-jangan..."
Betul! Apa yang dikuatirkannya terjadi. "Bapakmu meninggal dunia dengan tenang tadi malam," demikianlah berita yang didengarnya dari utusan itu.
Menetes air mata Fulanah sambil mulutnya menggumam, "Inna lillah wa inna ilaihi raji'un...."
"Dan kalau kau ingin berjumpa, sekaranglah waktunya," sambung utusan itu.
"Tapi suami ku belum pulang," Jawab Fulanah dengan sedih. "Coba tolong tanyakan kepada Rasulullah, bagaimana pendapat beliau."
Maka pergilah laki-laki itu kepada Rasulullah. Begitu tiba kembali, Fulanah bertanya buru-buru, "Bagaimana?"
"Beliau berpesan agar engkau taat kepada perintah suami," jawab utusan tersebut.
Sekali lagi ia pulang ke kampung dengan sia-sia.
Sehabis Dzuhur, pada waktu Fulanah tengah berdiri di balik pintu mengharap-harap kepulangan suaminya, utusan tersebut datang kembali. Dari luar dia berkata, "Bapakmu akan segera dimakamkan. Apakah kau tidak ingin melihat mukanya buat terakhir kali?"
Fulanah hanya meneteskan air mata sambil menggeleng, "Pulanglah engkau, tanamkanlah jenazah Bapak baik-baik. Aku tidak bisa hadir karena suamiku belum pulang juga."
Hingga pagi esoknya pun suami Fulanah belum pulang juga. Baru setelah menjelang sore tampak bayangan tubuh yang dinanti-nanti itu dari kejauhan. Fulanah segera bersiap-siap. Badan serta rambutnya dirapikan dan masakan buru-buru dipanaskan kembali.
Begitu suaminya masuk, Fulanah menyambut dengan tertawa. Dibiarkan suami membersihkan badan, istirahat, dan makan malam. Sesudah itu barulah Fulanah berkata:
"Bang, bapak saya kemarin meninggal dunia"
Laki-laki itu tampak terkejut sekali. "Inna lillah...," serunya. "Dan kau sudah melawat?"
Fulanah menggeleng. "Tidak, Bang, karena engkau berpesan sebelum pergi agar saya tidak keluar rumah sebelum engkau datang," jawab istri yang taat tu dengan sabar.
"Astaghfirullah...," seru si suami menyesal.
Dia merasa bersalah telah menghamburkan larangan dengan gegabah karena menuruti ajakan hawa marah. Maka pada kesempatan lain dia menghadap Rasulullah menyampaikan penyesalannya itu.
Nabi berkata, "Kali ini tidak berdosa, karena tidak sengaja dan sudah menyesal. Itu adalah pelajarn bagimu agar dalam keadaan marah sekali pun jangan kaupatuhi dorongan hawa nafsu. Sedangkan istrimu, dia betul-betul calon penghuni surga karena taatnya kepada suami."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar