Seorang gadis cilik bertanya pada Ayahnya, “Abi…ceritakan padaku tentang Akhwat Sejati”. Sang Ayah pun menoleh dan tersenyum seraya menjawab:
"Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dari kecantikan hati yang ada dibaliknya. Akhwat Sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tapi dilihat dari sejauh mana Ia menutupi bentuk tubuhnya. Akhwat Sejati bukan dilihat dari begitu banyak kebaikan yang diberikan, tetapi dari keikhlasan Ia memberikan kebaikan itu. Akhwat Sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dari apa yang sering mulutnya bicarakan. Akhwat Sejati bukan dilihat dari keahlIannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya berbicara".
Sang Ayah terdiam sembari menatap putrinya. “Lantas apa lagi Abi…?” lanjut tanya anaknya.
"Ketahuilah putriku…. Akhwat Sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan, tetapi dilihat dari kekhawatirannya yang mengundang orang jadi tergoda. Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujIan yang Ia jalani, tetapi dilihat dari sejauh mana Ia menghadapi ujian itu dengan Syukur. Dan Ingatlah…!!! Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari sejauh mana Ia bisa menjaga kehormatannya dalam bergaul."
Setelah itu Sang anak kembali bertanya “Siapakah yang dapat menjadi kriteria seperti itu Abi…?” Sang Ayah memberikan sebuah buku dan berkata, “Pelajarilah mereka..” Sang anak pun mengambil buku itu dan terlihat sebuah tulisan “ISTRI PARA NABI”. Meski suatu kemustahilan untuk kita menjadi seperti Istri para Nabi, tapi ketahuilah ukhty bahwa usaha kita untuk meneladaninya akan menjadi satu alasan besar Allah mencintai kita. Semoga Allah mempermudah sgala urusan kita.
Suamiku seorang pencemburu. Ia tak suka jika laki-laki bersikap ramah padaku..
Jika aku terlalu akrab bicara dengan teman laki-laki, suamiku marah, meski teman dekat sekalipun.. Ia menelfonku jika sudah dekat rumah, agar aku bersiap dengan hijabku, membukakan pintu untuknya..
Jika ada tamunya datang, dia menyuruhku merapikan hijabku... Ia lebih memilih mengambilkan minuman & menyajikannya sendiri untuk tamu laki-laki. Bukan aku...
Jika tak sengaja hijabku terbuka karena angin atau karena dudukku yang kurang rapi, ia segera merapikannya untukku... Ia belikan aku pakaian syar'i, menjulur menutup seluruh tubuh.. Ia tak ingin perhiasan miliknya di lihat laki-laki bukan mahromku.. Seperti harta berharga satu-satunya, ia sungguh-sungguh menjagaku..
Jika keluar ia melarangku pakai parfum, berhias, mempercantik diri.. Hanya untuknya, hanya saat didepannya, begitu pintanya..
Kenapa suamiku begitu? Rupanya ia bukanlah pencemburu buta... Ia takut Allah murka padanya... Betapa takutnya suamiku membiarkan aku mengumbar auratku... Ia tahu setelah menikahiku, dialah yang bertanggung jawab atas sikapku... Ia takut menanggung dosa, atas aku... Perempuan yang rentan dengan fitnah... Ia terus menjagaku, karena cinta & taatnya pada Allah...
[Elmika Hijrah | 4 januari 2014]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar