Seorang pemuda duduk di hadapan laptopnya.
Login facebook.
Pertama kali yang dia cek adalah inbox.
Hari ini terlihat sesuatu yang tidak dia
perdulikan selama ini.
Bagian ‘OTHER’ di inboxnya.
Ada dua pesan.
Pesan pertama, spam.
Pesan kedua, dia membukanya.
Ternyata pesan 3 bulan yang lalu.
Dia baca isinya:
“Salam. Ini kali pertama abah mencoban
menggunakan facebook.
Abah coba tambah kamu sebagai teman tapi
tidak bisa.
Abah juga tidak terlalu paham benda ini.
Abah coba kirim pesan ini kepada kamu.
Maaf, abah tidak pandai mengetik.
Ini pun kawan abah yang mengajarkan.
Ingatkah saat pertama kali kamu punya HP?
Saat itu kamu kelas 4 SD.
Abah kasian semua anak-anak sekarang
punya HP.
Jadi, abah hadiahkan pada kamu satu.
Dengan harapan kamu akan telpon abah kalau
kamu mau cerita tentang masalah, sekolah
atau apa-apa saja.
Tapi, kamu hanya telpon abah seminggu
sekali.
Tanya tentang uang makan dan jajan.
Abah berpikir juga, isi ulang pulsa 100 ribu
tapi telpon abah tidak sampai 5 menit.
Sudah habiskah pulsanya?
Saat kamu kecil dulu, abah masih ingat
pertama kali kamu bisa ngomong.
Kamu asyik panggil, ‘Abah, abah, abah’.
Abah bahagia sekali anak lelaki abah panggil
abah. Panggil Umi.
Abah senang bisa berbicara dengan kamu
walaupun kamu mungkin tidak ingat dan tidak
paham apa yang abah ucapkan
di umur kamu 4 atau 5 tahun.
Tapi, percayalah. Abah dan Umi bicara dengan
kamu banyak sekali.
Kamulah penghibur kami di saat kami
berduka.
Walaupun hanya dengan gelak tawamu.
Saat kamu masuk SD.
Abah ingat kamu selalu bercerita dengan
abah ketika membonceng motor dengan abah
setiap pergi dan pulang sekolah.
Banyak yang kamu ceritakan pada abah.
Tentang ibu guru, sekolah, teman-teman.
Abah jadi makin bersemangat bekerja keras
mencari uang untuk biaya kamu ke sekolah.
Sebab kamu lucu sekali. Menyenangkan.
Ayah mana yang tidak gembira kalau anaknya
suka ke sekolah untuk belajar.
Ketika kamu masuk SMP.
Kamu mulai punya kawan-kawan baru.
Kamu pulang dari sekolah, kamu langsung
masuk kamar.
Kamu keluar pas waktu makan saja.
Kamu keluar rumah dengan kawan-kawanmu.
Kamu mulai jarang bercerita dengan abah.
Kamu pandai. Akhirnya masuk SMA favorit.
Di sana, jarak antara kita makin jauh.
Kamu mencari kami saat perlu.
Kamu biarkan kami saat tidak perlu.
Abah tahu, naluri remaja.
Abah pun pernah muda.
Akhirnya, abah tahu kalau ternyata kamu
menyukai seorang gadis.
Ketika masuk kuliah, sikap kamu sama saja
dengan ketika di SMA.
Jarang hubungi kami.
Sewaktu pulang liburan, kamu sibuk dengan
HP kamu, dengan laptop kamu, dengan
internet kamu, dengan dunia kamu.
Abah bertanya-tanya sendiri dalam hati.
Adakah kawan istimewa itu lebih penting dari
Abah dan Umi?
Adakah Abah dan Umi cuma diperlukan saat
kamu mau nikah saja sebagai pemberi restu?
Adakah kami ibarat tabungan kamu saja?
Akhirnya, kamu jarang berbicara dengan abah
lagi.
Kalau pun bicara, dengan jari-jemari.
Berjumpa tapi tak berkata-kata.
Berbicara tapi seperti tak bersuara.
Bertegur cuma waktu hari raya.
Tanya sepatah kata, dijawab sepatah kata.
Ditegur, kamu buang muka.
Dimarahi, kamu tidak pulang liburan lagi.
Malam ini, abah sebenarnya rindu sekali pada
kamu.
Bukan mau marah atau mengungkit-ungkit
masa lalu.
Cuma abah sudah terlalu tua.
Abah sudah di penghujung usia 60 an.
Kekuatan abah tidak sekuat dulu lagi.
Abah tidak minta banyak…
Kadang-kadang, abah cuma mau kamu berada
di sisi abah.
Berbicara tentang hidup kamu.
Meluapkan apa saja yang terpendam dalam
hati kamu.
Menangis pada abah.
Mengadu pada abah.
Bercerita pada abah seperti saat kamu kecil
dulu.
Apapun.
Maafkan abah atas curhat abah ini.
Jagalah solat.
Jagalah hati.
Jagalah iman.
Mungkin kamu tidak punya waktu berbicara
dengan abah.
Namun, jangan sampai kamu tidak punya
waktu berbicara dengan Allah.
Jangan letakkan cinta di hati pada
seseorang melebihi cinta kepada Allah.
Mungkin kamu mengabaikan abah.
Namun jangan kamu mengabaikan Allah.
Maafkan abah atas segalanya.”
Pemuda meneteskan air mata.
Dalam hati perih tidak terkira.
Login facebook.
Pertama kali yang dia cek adalah inbox.
Hari ini terlihat sesuatu yang tidak dia
perdulikan selama ini.
Bagian ‘OTHER’ di inboxnya.
Ada dua pesan.
Pesan pertama, spam.
Pesan kedua, dia membukanya.
Ternyata pesan 3 bulan yang lalu.
Dia baca isinya:
“Salam. Ini kali pertama abah mencoban
menggunakan facebook.
Abah coba tambah kamu sebagai teman tapi
tidak bisa.
Abah juga tidak terlalu paham benda ini.
Abah coba kirim pesan ini kepada kamu.
Maaf, abah tidak pandai mengetik.
Ini pun kawan abah yang mengajarkan.
Ingatkah saat pertama kali kamu punya HP?
Saat itu kamu kelas 4 SD.
Abah kasian semua anak-anak sekarang
punya HP.
Jadi, abah hadiahkan pada kamu satu.
Dengan harapan kamu akan telpon abah kalau
kamu mau cerita tentang masalah, sekolah
atau apa-apa saja.
Tapi, kamu hanya telpon abah seminggu
sekali.
Tanya tentang uang makan dan jajan.
Abah berpikir juga, isi ulang pulsa 100 ribu
tapi telpon abah tidak sampai 5 menit.
Sudah habiskah pulsanya?
Saat kamu kecil dulu, abah masih ingat
pertama kali kamu bisa ngomong.
Kamu asyik panggil, ‘Abah, abah, abah’.
Abah bahagia sekali anak lelaki abah panggil
abah. Panggil Umi.
Abah senang bisa berbicara dengan kamu
walaupun kamu mungkin tidak ingat dan tidak
paham apa yang abah ucapkan
di umur kamu 4 atau 5 tahun.
Tapi, percayalah. Abah dan Umi bicara dengan
kamu banyak sekali.
Kamulah penghibur kami di saat kami
berduka.
Walaupun hanya dengan gelak tawamu.
Saat kamu masuk SD.
Abah ingat kamu selalu bercerita dengan
abah ketika membonceng motor dengan abah
setiap pergi dan pulang sekolah.
Banyak yang kamu ceritakan pada abah.
Tentang ibu guru, sekolah, teman-teman.
Abah jadi makin bersemangat bekerja keras
mencari uang untuk biaya kamu ke sekolah.
Sebab kamu lucu sekali. Menyenangkan.
Ayah mana yang tidak gembira kalau anaknya
suka ke sekolah untuk belajar.
Ketika kamu masuk SMP.
Kamu mulai punya kawan-kawan baru.
Kamu pulang dari sekolah, kamu langsung
masuk kamar.
Kamu keluar pas waktu makan saja.
Kamu keluar rumah dengan kawan-kawanmu.
Kamu mulai jarang bercerita dengan abah.
Kamu pandai. Akhirnya masuk SMA favorit.
Di sana, jarak antara kita makin jauh.
Kamu mencari kami saat perlu.
Kamu biarkan kami saat tidak perlu.
Abah tahu, naluri remaja.
Abah pun pernah muda.
Akhirnya, abah tahu kalau ternyata kamu
menyukai seorang gadis.
Ketika masuk kuliah, sikap kamu sama saja
dengan ketika di SMA.
Jarang hubungi kami.
Sewaktu pulang liburan, kamu sibuk dengan
HP kamu, dengan laptop kamu, dengan
internet kamu, dengan dunia kamu.
Abah bertanya-tanya sendiri dalam hati.
Adakah kawan istimewa itu lebih penting dari
Abah dan Umi?
Adakah Abah dan Umi cuma diperlukan saat
kamu mau nikah saja sebagai pemberi restu?
Adakah kami ibarat tabungan kamu saja?
Akhirnya, kamu jarang berbicara dengan abah
lagi.
Kalau pun bicara, dengan jari-jemari.
Berjumpa tapi tak berkata-kata.
Berbicara tapi seperti tak bersuara.
Bertegur cuma waktu hari raya.
Tanya sepatah kata, dijawab sepatah kata.
Ditegur, kamu buang muka.
Dimarahi, kamu tidak pulang liburan lagi.
Malam ini, abah sebenarnya rindu sekali pada
kamu.
Bukan mau marah atau mengungkit-ungkit
masa lalu.
Cuma abah sudah terlalu tua.
Abah sudah di penghujung usia 60 an.
Kekuatan abah tidak sekuat dulu lagi.
Abah tidak minta banyak…
Kadang-kadang, abah cuma mau kamu berada
di sisi abah.
Berbicara tentang hidup kamu.
Meluapkan apa saja yang terpendam dalam
hati kamu.
Menangis pada abah.
Mengadu pada abah.
Bercerita pada abah seperti saat kamu kecil
dulu.
Apapun.
Maafkan abah atas curhat abah ini.
Jagalah solat.
Jagalah hati.
Jagalah iman.
Mungkin kamu tidak punya waktu berbicara
dengan abah.
Namun, jangan sampai kamu tidak punya
waktu berbicara dengan Allah.
Jangan letakkan cinta di hati pada
seseorang melebihi cinta kepada Allah.
Mungkin kamu mengabaikan abah.
Namun jangan kamu mengabaikan Allah.
Maafkan abah atas segalanya.”
Pemuda meneteskan air mata.
Dalam hati perih tidak terkira.
![]() |
itu typo, harusnya 'tenanan' bukan 'tekanan' |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar