Kamis, 05 Desember 2019

anak perantauan yang rindu merantau

"Abang.. adek kangen asrama di Jogja.." begitulah kira-kira celetukan yang keluar dari pikiran. ditengah proses menidurkan anak sendiri sambil menyusui―jalan sebelas bulan.
Jam menunjukkan kurang lebih pukul sepuluh malam. sayup-sayup dari dalam rumah―tepatnya kamar tidur―terdengar suara alunan lagu dari kejauhan. mungkin dari salah satu acara yg diselenggarakan pada malam minggu. mungkin acaranya ada di lapangan serbaguna alias alun-alun kota. mungkin acara rutin malam mingguan.

Ah.. terlalu banyak "mungkin" dalam kemungkinan 😊 alih-alih main tebak-tebakan dalam pikiran sendiri, ada yang lebih terpikirkan disamping itu... dalam suasana yang sama (malam hari, alunan tembang tradisional dari kejauhan, sunyi sepi) seperti ter-nostalgia dengan masa dimana pernah menjadi anak rantau yang bersekolah di sekolah asrama.

2007. tidak ada yang spesial pada tahun ini. kurang lebih yang masih teringat ada beberapa hal yang terjadi; telah lulus Sekolah Dasar dan bersama orang tua mulai menyaring beberapa Sekolah Menengah Pertama untukku. Mulai masuk sekolah SMP berbasis agama dan berasrama di Yogyakarta. dan yang paling penting di tahun ini... adaptasi lingkungan baru.
sepanjang beradaptasi pada tahun ini, yang teringat hanya nangis, nangis, dan nangis. ya! memang tak bisa dipungkiri menangis adalah penyakit umum anak asrama―apalagi yang baru pertama kali merasakan hidup berasrama dengan kondisi emosional yang masih belum bisa dibilang cerdas―akil baligh.

Status saya saat itu hanyalah seorang anak rantau dari luar pulau, remaja awal yang baru lulus sekolah SD yang bahkan menstruasi saja belum, tidak memiliki keluarga bahkan saudara di kota ini. Jadi, beberapa hari di awal kehidupan saya di Jogja ada bapak yang menemani. mulai dari "check-in" masuk ke kamar di asrama, masukkin barang-barang yang boleh dibawa di asrama, menemani mencari barang-barang kebutuhan yang kurang, hingga hanya sampai sehari-dua hari pertama sekolah dimulai―Masa Orientasi Siswa. 

Malam pertama saya tidur bersama teman-teman asing di asrama? nangis. siang hari saat sedang tidak ada kegiatan dan hanya leyeh-leyeh dikamar? nangis. antri mandi? nangis. hingga ada saat dimana bapak akan berangkat kembali pulang ke Kalimantan, saat bapak datang dari penginapannya berkunjung ke asrama untuk berpamitan, saya terlihat tegar didepan bapak (tapi gak tau ya kalau ternyata mata sudah terlihat berkaca-kaca) lalu bapak pun mulai beberapa langkah pergi meninggalkan sambil sedikit toleh-toleh ke saya (mungkin sebenarnya juga ndak tega), saat itulah aku berlari menuju kamar untuk (lagi lagi dan lagi) nangis sembunyi-sembunyi dibalik bantal dan selimut. sampai saat ini masih sangat terasa betapa runtuhnya seakan-akan dunia ini hanya karena saya "ditinggal". lebih tepatnya bagi saya untuk pertama kalinya harus mengalami ini. harus bisa survive di kota orang. di asrama. tempat dimana terasa sangat asing ini―bahasa jawa pun tak paham.

singkat cerita, begitulah tahun 2007 yang dipenuhi dengan masa adaptasi. oh ya, hampir kelewat.. di tahun itu pula ada musibah yang menimpa, yaitu mama kandung saya ternyata tidak berumur panjang. ia meninggalkan dunia ini bersama dengan calon adik saya di kandungannya―4 atau 6 bulan, saya lupa. itu terjadi saat saya sudah mulai terbiasa dengan kehidupan baru dan teman-teman baru. sehingga Alhamdulillah-nya tidak terlalu komplikasi pada mental saya. sempat pulang beberapa pekan ke Kelimantan untuk ikut mendoakan jenazah, bertemu yang terakhir kalinya, mencium keningnya, serta ikut menguburkan almarhumah. saat itu, setelah sekian lama saya sudah tidak merasakan nangis lagi-nangis lagi, disinilah saya mulai menangisi kehidupan (lagi) namun yang kali ini karena ada pemicunya bukan? 😊 Al-fatihah..

Okay lanjut ke 2008 & 2009. di tahun ini adalah masa-masa yang istilahnya adalah keemasan, kejayaan, kekuasaan bagi saya dan teman-teman haha. gimana tidak, di tahun ajaran baru kali ini status kami adalah siswi yang sudah menguasai medan. artinya kami ada murid-murid yang awalnya bukan apa-apa kini sudah menjelma jadi yang mulai keliatan "ndableg"-nya. mokong (jawa timuran). sampai pada saat kami ini adalah murid tertua di satu sekolah. kami murid kelas tiga SMP, alias kelas sembilan. kurikulum sekolah mulai fokus pada ujian nasional dan ujian-ujian sekolah yang diperlukan. bimbel sana sini mulai kami jalani. beberapa teman-teman fokus untuk mendapatkan hasil yg terbaik, tapi lebih banyak juga teman-teman yang "wis terimo wae lah.." alias tidak terlalu ambisius mengejar target hasil kelulusan. termasuk saya yg gak pinter-pinter amat ini πŸ˜†―apa-apa yg sudah dipelajari aja gak membekas dipikiran, apalagi rencana-rencana selanjutnya-_- gak terbayangkan blas setelah lulus mau lanjut sekolah dimana.

Ah.. biarlah tulisan ini menjadi persembahan atas berlalunya kenangan (yang kurang lebih) sepuluh tahun yang lalu. walaupun ada terlalu banyak kenangan indah saat-saat itu―terlalu indah malah sampai tdk bisa diingat satu persatu―kehidupan ini akan terus berlanjut bukan? 😊 dan semuanya akan tetap menjadi sebatas kenangan, bahkan bisa lebih berharga untuk jadi cerita πŸ˜‡

Jombang, 05 Agustus 2018
7:14 am

this is dedicated to my beloved school, SMP IT Abu Bakar Yogyakarta πŸ’˜
from Angkatan 7 (Samurai) with love.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar