Minggu, 20 Desember 2015

And now I'm missing, wishing he'd pick up the phone~

... "Semua yang berkecamuk dalam pikiranmu itu udah nandain kamu ragu...", "Udah gausah pikirin gimana dianya, sekarang gimana kamunya?", "Siap ga kamu suka sama dia walaupun cuma searah?" ...

Lagu dari Nelly berjudul Just a Dream mengalir hampir menohok pikiranku. Liriknya tinggal diganti dari 'She' menjadi 'he'. Semakin ku bertanya-tanya, apakah kadar pikiran positif seseorang itu ada batasnya? Jika memang benar ada, maka mungkin itu hanya aku.

Sangat sulit bagi ku tuk bisa ber-positive thinking menerka-nerka apa yang terjadi denganmu diluar yang aku tahu. Ku ingin bisa memercayai mu selayaknya ku siap mencintaimu walau sepihak. Namun, perih belum terbiasa ku terima. Apalagi perih ini terus ku pikirkan. Belum siapkah ku tuk jatuh cinta, lagi? Mungkin iya. Atau lebih tepatnya, jatuh cinta yang begitu tulusnya hingga tak memikirkan bagaimana kau mencintaiku, namun pikirkan saja bagaimana ku mencintaimu.

Mungkin benar masih ada beberapa alasan yang terus kupertahankan untuk bisa ku mempertahankanmu. Tapi, seperti hina sekali jika ku memakai alasan-alasan tak bersalah tersebut untukku. Ujung-ujungnya ku hanya bisa berharap pada Tuhan tuk berikan ku yang terbaik saja. Sedikit memaksa ku untuk bisa merasakan kembali kesempatan bernyaman-nyaman denganmu, sayang.

Mungkin ini semua jalan terbaik untukku ... Mungkin ini semua jalan terbaik untukmu ... Mungkin ini semua sudah di atur begitu ... Mungkin, yeah kebanyakan mungkin ~

Ku sudah mengatur semuanya sebelum ini. Bukan! lebih tepatnya bukan mengatur, tapi membayangkan. Kita bertemu, saling menatap dan asyik berbicara satu sama lain, tuk pertama kalinya. Pertama kalinya. Kau bilang sudah lama kita tak bertemu, yang kuingat adalah kita memang belum pernah bertemu sama sekali, walau saat SD pun. Ku belum begitu mengenalmu.

Ku telah menyiapkan beberapa pakaian terbaikku untukmu. Untuk meyakinkan mu bahwa aku bisa menjadi yang terbaik dalam hatimu. Konyol? Memang hahahaha... Tapi tetap saja. Ku memercayai visual manusia akan tetap menilai segalanya, walau naif sekali rasanya. Ku akan tetap mempertahankan dat beauty selain dari dalam, juga dari luar :) Kau suka itu, sayang? Setuju dengan ku? Ku hargai itu...

Seindah-indahnya mimpiku
Terhentang di depan mataku
Mengapa ku rasa sendiri
Rindu yang terus menghantui
Hatiku tertinggal disana
Terpisah kau yang berbeda
Dan rindu hati ini ku ingin kembali

...
Tak seperti inginku
Semua yang terjadi sakiti hatiku ~

Yang bisa ku lakukan sekarang, terus mencoba percaya padamu kau benar-benar kan menepati apa yang pernah kau bilang. Kau bilang, "Banyak yang mas mau ceritakan, nanti aja ya kalau ketemu...", ku terus menanti 'nanti' itu. Dimana ku bisa menceritakan juga banyak hal yang ingin kubagi denganmu. Supaya ku bisa memastikan, walau sedikit, bagaimana seharusnya bisa ku bertindak terhadapmu setelah ini.

Bukan seperti ini yang kumau. Bukan kehidupan jalan cerita yang terus-terusan hanya bisa kutebak-tebak seperti apa jalannya. Kita hanya mengandalkan alat komunikasi. Ku sedang disini, di satu kota yang sama denganmu. Namun kenapa kita seperti dua orang yang LDR... Ku terus menanti waktu spesialmu, untuk kau sediakan denganku. Ku terus menanti, agar ku bisa mengenalmu dan kau mengenalku. Ku akan bercanda ria bersamamu, entah mungkin pada hari itu saja atau selamanya :) tak ada yang tahu.

Ku hanya bisa memercayai yang kau katakan, kau sedang sibuk dengan beberapa pekerjaanmu dan pekan olahraga yang sedang di adakan. Tapi ku tetap terhantui dengan, "Sesibuk apapun, seharusnya bisa dong sempat mengabari... Itu kalau memang kau berharga, maka kau akan selalu diberi berita tentangnya. Tujuannya apalagi kalau bukan untuk mengikat komunikasi :) cuman komunikasi satu-satunya yang bisa di andalkan... Apalagi?"

Ku sedih terus memikirkan mungkin saja ku bukan menjadi yang paling berharga bagimu, tapi ku hanya ingin kau seperti dahulu. Mungkin saja ku memang terlambat tuk mencintaimu, aku minta maaf. Selalu ku katakan pada diriku, "Kesempatakn tidak akan datang untuk yang kedua kalinya..."

Namun ku terus saja mengatakan statement itu pada hatiku. Hanya untuk sekedar membunuh sesaat diriku yang terus memikirkanmu. Sesaat saja. Sisanya ku terus memikirkanmu. Membayangkan kau juga memikirkanku, bahkan merindukan ku ditengah penuhnya jadwal pekerjaan dan latihan olahraga mu.

Atau ku lalu akan mengambil buku novel tuk mengubur sesaat perasaan khawatirku. Aku suka mereka, ku suka buku novel yang menemaniku. Karna mereka bisa memberiku kepastian bahwa mereka bisa membuatku tenggelam di dalamnya. Ku bisa hidup seketika di dalamnya. Jadi, ku bisa meninggalkan sejenak hidupku sendiri yang sedang kurang beruntung soal cinta ini.

Of course I like you... 
Can't you hear it in my words?

Atau memang salahku lupa menanyakan satu hal padamu saat di awal dahulu, "Benarkah ku bisa memercayakan hatiku padamu? Karna ku akan benar-benar memberikannya untukmu, ku akan memercayakan padamu. Tapi, benarkah kau akan menjaganya, Sayangku?", Sangat terlambat jika ku katakan itu sekarang. Ku hanya berharap 'kesempatan kedua' itu kan datang, secepatnya. kuharap secepatnya.

Thankyou, mr. sibuk ...
#NowPlaying Untitled - MALIQ & D' ESSENTAL

Rabu, 09 Desember 2015

Teacherpreneur? Siapa takut!


Mencetak guru berjiwa entrepreneurship melalui pendidikan bukanlah suatu hal yang mudah dilaksanakan. Apalagi hakikat profesi guru yang dikenal selama ini hanya seputar mengajar dan mendidik. Sedangkan Entrepreneur bukan berarti harus menjadi pengusaha, pedagang, maupun pebisnis. Sebenarnya, profesi apapun bisa memberi nilai tambah jika ia mampu menerapkan jiwa entrepreneurship didalamnya. Tidak terlepas dalam hal ini adalah guru.
Pada tahun 2008, BPS mengumumkan pengangguran dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi mencapai angka 7% dari total seluruh pengangguran di Indonesia. Penelusuran lebih dalam yang dilakukan ialah disebabkan kurikulum dan kultur pendidikan pada perguruan tinggi kurang mendukung. Mahasiswa-mahasiswanya kurang diberi ruang belajar untuk praktik bekerja langsung atau menciptakan pekerjaan. Fenomena sistem pendidikan tersebut memaksa kita untuk mengubah visi dan misi kurikulum di Indonesia. Jangan sampai tidak belajar dari kesalahan sebelumnya.
 Profesi guru dengan jiwa entrepreneurship pasti akan menambahkan keterampilan pada anak didiknya di luar bidang akademik yang dikuasai. Terutama keterampilan yang berkaitan dengan entrepreneurship. Pendidikan di Indonesia membutuhkan pendidik-pendidik yang mampu untuk berpikir lokal, bersikap sebagai bangsa Indonesia yang menjunjung moralitas dan kesederhanaan, namun bersikap profesional dengan memperhatikan tantangan global. Indonesia membutuhkan pendidik/guru yang tidak hanya ahli dalam segi teori. Namun, sudah saatnya Indonesia membutuhkan guru dengan keterampilandan jiwa entrepreneurship mengingat kondisi sektor ekonomi Indonesia yang sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Mengkolaborasikan sisi ekonomi dengan pendidikan adalah satu hal yang bisa menjadi luar biasa!
Upaya peningkatan persentase jiwa entrepreneurship guru di Indonesia harus ditempuh dengan segala cara. Salah satunya adalah upaya yang dilakukan melalui pendidikan entrepreneurship yang terintegrasi dalam pembelajaran. Tidak terlepas dari hal ini, pribadi seorang gurunya pun juga harus ditingkatkan menjadi berjiwa entrepreneurship. Berkenaan dengan bahasan kependidikan, guru bisa berinisiatif untuk mengkolaborasikan pendidikan dengan bentuk pembelajaran berbasis entrepreneurship. Sehingga kurikulum tidak hanya membahas tentang materi pendidikan yang sudah dijadwalkan, namun juga terdapat pengajaran tentang pembentukan jiwa entrepreneurship dalam proses pembelajaran.
Terkadang, jiwa seorang guru seringkali hanya fokus pada kewajiban jam mengajar dikelas saja. Tidak banyak diantaranya yang bisa menyadari untuk bisa mengoptimalkan kemampuan mengajarnya. Padahal jika bisa optimal, maka aktivitas ‘mengajar’ bukan hanya sekedar profesi lagi, namun menjadi kesenangan. Menjadikan murid-murid sebagai mitra belajar adalah lebih baik daripada hanya memandang mereka sebagai pihak yang menerima materi. Buatlah murid berasa nyaman dengan keberadaan kita. Mereka adalah mitra sekaligus teman profesi.
Fenomena lainnya ialah, longgarnya waktu yang dimiliki guru diluar jam pelajaran adalah surga. Mereka beranggapan bahwa di luar jam mengajar adalah waktu istirahat, karena tugas utama mereka hanya mengajar ketika pembelajaran berlangsung. Disinilah daya tariknya. Menjadi guru yang istirahat setelah mengajar lebih membuat mereka bangga daripada menjadi guru yang produktif. Padahal, menjadi guru produktif tidak kalah keren. Menjadi kreatif dan mampu meng-upgrade diri menjadi lebih baik di dalam maupun di luar kegiatan pembelajaran. Sebuah kesempatan untuk membekali diri sendiri Entrepreneurship, apalagi bagi guru-guru muda yang belum diangkat menjadi PNS.

         Selain membuka jalan pikir Entrepreneurship untuk diri sendiri, bisa juga membekali murid. Sebagai golongan terpelajar, hendaknya menjadi seorang yang produktif dan tidak hanya menggantungkan nasib kepada pemerintah. Mempersiapkan diri sebagai wirausahawan sekaligus abdi negara bukanlah profesi yang sia-sia. Apalagi jika bisa berkolaborasi antara diri sendiri dengan murid untuk saling belajar Entrepeneurship, bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan baik untuk diri sendiri maupun anak-anak.

Rabu, 11 November 2015

#latepost 8th Anniversary of PSYCHOLOGY CIPUTRA UNIVERSITY

at Auditorium Ciputra University
Sabtu, 24 Okt'15

photos by Antonnius Kurniawan // A Ridwan Basar // Cindy Prasetio































#latepost

Kepanitiaan Psychopreneur in Action day1
at Ciputra University
7 Nov'15